Di disebelah utara kota
garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani, tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah
kekurangan air, sehingga
sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski
begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin.
Tinggalah di Desa itu Nyai
Endit, ia orang terkaya di desa. Rumahnya mewah, lumbung
padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari
seluruh petani di desa itu. Seluruh
petani lho.
ternyata bukan dengan sukarela para petani menjual hasil panennya kepada Nyai Endit. Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan
harga yang murah
kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan yang siap menghardik para petani.
Jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli
dari Nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.
Di Suatu Pagi ayam berkokok seperti biasanya,
nyi endit sedang menikmati teh di depan rumahnya tiba tiba datang seorang ibu
dengan anaknya yang masih bayi meminta makanan untuk mengisi rasa lapar mereka.
Sang ibu memohon-mohon agar Nyai Endit memberi sedikit makanan.
Nyai endit pun masuk ke dalam
rumah, ibu dan bayi berharap dapat makanan yang bisa mengganjal rasa lapar
mereka. Tapi bukannya membawa sepiring makanan.... ! malah ia membawa seember air
lalu disiramkan ke tubuh ibu yang sedang menggendong bayi tersebut....
kekecewaanlah yang didapatkan ibu
tersebut, dengan keadaan basah
kuyup ibu tersebut pasrah dan
meninggalkan rumah nyai endit...
Desa mengalami kekeringan yang
luar biasa, kelaparan dimana-mana. Warga sepakat untuk berkumpul di rumah Nyai
Endit dan berharap dapat uluran tangan untuk meringankan masalah mereka.
Centeng pun melaporkan adanya
warga yang berkumpul di depan pagar rumah Nyai Endit.
Centeng : “Di depan pagar ada banyak warga, Nyai”
Nyai : “Mau apa mereka?”
Centeng : “Oh iya nyai, desa ini sedang kekeringan.sudah dua bulan
tidak turun hujan, sumur-sumur warga sudah kering, jadi mereka minta air sumur
dari nyai”
Nyai : “Apa..!, Enak saja mereka main minta aja....,
Beli...! kalau tidak suruh mereka ambil air di Sungai”
Centeng pun mengusir warga yang
berkerumun di depan pagar rumah Nyai Endit.
Malam begitu sunyi, sehingga
suara jangkrik yang bertengger di pohon jambu didepan rumah sangat jelas
terdengar, tiba-tiba ada suara ketukan pintu... siapakah gerangan yang bertamu
malam-malam.
Ada seorang nenek tua renta yang
bertamu kerumah Nyai Endit dan meminta makanan
sisa tapi tetap saja Nyai Endit tidak memberikan bahkan dia menawarkan
makanan sisa hewan peliharaanya untuk sinenek tersebut dan akhirnya Nyai Endit
mengusir nenek secara paksa sampai nenek terjatuh.
Dengan susah payah nenek bangun
kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan rumah Nyi Endit.
Di tengah perjalanan ia berdo’a
kepada yang Maha Kuasa
Nenek : “Ya Allah ya tuhanku, ampunilah dosaku dan
keluargaku... berilah kemakmuran pada negeri ini... hilangkanlah kejahatan yang
terjadi, hanya kepada engkaulah kami meminta dan memohon pertolongan...
Malam itu sedang asyik-asyiknya
Nyai endit bersama hartanya yang melimpah...., tiba-tiba saja terjadi hujan
lebat dan banjir bandang. Warga masyarakat berhasil menyelamatkan diri, tapi
apa yang terjadi dengan Nyi Endit. Ia tenggelam bersama harta-hartanya karena
ia terlalu sibuk dengan kehidupannya. terciptalah sebuah danau akibat dari
banjir tersebut, Mungkin do’a sinenek dikabulkan Tuhan Yang Maha Kuasa,
Saat ini di desa tersebut
terdapat danau yang diberi nama Situ Bagendit, konon nama tersebut dari nama
Nyai Endit yang menjadi korban dalam peristiwa banjir bandang tersebut.
Akhirnya masyarakat sekitar danau bisa hidup makmur berkecupan tidak kekurangan
sesuatu apapun.
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Bagendit.jpg